Serangan Mematikan yang Bisa Picu Konflik BaruPada 9 Juni 2024, wilayah Jammu dan Kashmir kembali gempar. Sebuah serangan terhadap pasukan keamanan India di distrik Kathua menewaskan 5 tentara dan melukai 7 orang. Insiden ini disebut sebagai serangan terparah dalam setahun terakhir, dan langsung memanas karena pemerintah India menuding kelompok militan berbasis Pakistan sebagai dalangnya. Apakah ini akan memicu eskalasi militer seperti setelah serangan Pulwama 2019? Simak analisis lengkapnya!
Detik-detik Serangan: Lokasi, Korban, dan Pelaku
Menurut laporan The Hindu dan Al Jazeera, serangan terjadi saat konvoi tentara India sedang patroli di daerah hutan dekat perbatasan. Para militan menggunakan granat dan senjata otomatis, lalu kabur ke wilayah pegunungan. Sumber intelijen menyebut modus operandi mirip dengan kelompok Jaish-e-Mohammed (JeM) atau Lashkar-e-Taiba (LeT)—dua organisasi yang kerap dianggap "proxy" Pakistan oleh India.
Lokasi: Kathua, wilayah Jammu (dekat perbatasan India-Pakistan).
Korban: 5 tentara India tewas, termasuk seorang perwira.
Respons Cepat: India kerahkan pasukan tambahan dan luncurkan operasi pencarian.
Dari Pulwama hingga Kathua: Sejarah Panas Kashmir
Konflik Kashmir ibarat bara dalam sekam. Sejak 1947, India dan Pakistan sudah tiga kali berperang memperebutkan wilayah ini. Serangan terakhir yang memicu krisis besar adalah bom bunuh diri di Pulwama (2019), yang berujung pada serangan udara balasan India ke wilayah Pakistan.
Kenapa Kathua Berbahaya?
Jammu: Wilayah ini relatif stabil dibanding Lembah Kashmir, sehingga serangan di sani mengejutkan banyak pihak.
Isu Infiltrasi: India selalu menuduh Pakistan menyelundupkan militan lewat "Line of Control" (LoC). Pakistan membantah, menyebut tuduhan itu sebagai "drama politik".
Eskalasi atau Gertakan? Respons India dan Reaksi Internasional
PM Narendra Modi langsung bersikap keras: "Darah para pahlawan tidak akan sia-sia. Kami akan membalas dendam!" Sementara Menteri Pertahanan Rajnath Singh menyindir Pakistan lewat tweet: "Terrorisme adalah senjata orang lemah."
Di sisi lain, pemerintah Pakistan membantah terlibat. Juru bicara Kemenlu menyebut, "India lebih suka cari kambing hitam daripada selesaikan akar masalah di Kashmir."
Sorotan Global:
AS dan Uni Eropa mendesak kedua negara hindari provokasi.
China, sekutu Pakistan, menyerukan dialog.
PBB khawatirkan nasib warga sipil Kashmir jika konflik meluas.
Ancaman bagi Warga Kashmir: Antara Militer dan Militan
Di balik retorika politik, warga Kashmir terjepit. Laporan Amnesty International (2023) menyebut peningkatan pelanggaran HAM sejak India mencabut otonomi Kashmir pada 2019. Pemerintah setempat melaporkan:
Pembatasan internet di beberapa daerah pascaserangan.
Penggerebekan rumah warga yang dicurigai membantu militan.
"Kami lelah jadi korban permainan politik," kata Asif (38), pedagang di Srinagar, via BBC Indonesia.
Mungkinkah Perang Terbuka Terjadi? Analisis Pakar
Militer India memiliki keunggulan teknologi dan jumlah pasukan, tetapi geografi Kashmir (pegunungan) membuat perang konvensional sulit. Menurut analis pertahanan Rahul Bedi:
Opsi India: Serangan udara terbatas atau operasi intelijen lintas batas.
Tantangan: Risiko Pakistan balas dendam dengan serangan siber atau dukungan ke kelompok militan.
Faktor Peredam:
Kedua negara memiliki senjata nuklir.
Tekanan ekonomi: India dan Pakistan sedang fokus pada pemulihan pasca-pandemi.
Serangan di Kathua mengingatkan dunia bahwa Kashmir tetap bom waktu Asia Selatan. Eskalasi militer mungkin menguntungkan secara politik (terutama bagi Modi yang baru terpilih), tetapi rakyat biasa di kedua negara yang akan menanggung akibatnya. Seperti kata pepatah, "Perang mudah dimulai, tapi sulit diakhiri."*
Apa yang Bisa Dilakukan?
Dukungan diplomasi internasional untuk mediasi netral.
Tekan kedua negara agar patuhi gencatan senjata di LoC.
Amplifikasi suara warga Kashmir dalam proses perdamaian.
Komentar
Posting Komentar