Industri BNPL global mencapai nilai sekitar 560 miliar dolar AS pada 2025, dengan proyeksi pertumbuhan mencapai 1,43 triliun dolar AS pada 2029. Di Indonesia sendiri, pasar BNPL diperkirakan tumbuh 13,5% secara tahunan untuk mencapai 8,59 miliar dolar AS pada 2025, menjadikannya salah satu segmen fintech dengan pertumbuhan tercepat di Tanah Air.
Mesin Pendapatan BNPL: Bukan dari Konsumen, Tapi dari Merchant
Berbeda dengan persepsi umum, perusahaan BNPL Indonesia seperti Kredivo, Akulaku, dan Shopee PayLater tidak mengandalkan bunga dari konsumen sebagai sumber utama pendapatan mereka. Sebaliknya, mereka menerapkan strategi yang lebih pintar dengan memanfaatkan merchant fee sebagai tulang punggung bisnis.
Berdasarkan data industri global, biaya merchant untuk layanan BNPL berkisar antara 2% hingga 8% dari nilai transaksi, jauh lebih tinggi dibanding kartu kredit konvensional yang hanya memungut 1,25%-1,5%. Kredivo misalnya, mengenakan biaya 6% kepada merchant, namun tetap menawarkan cicilan 0% untuk konsumen dalam jangka waktu tertentu.
Sebagai ilustrasi, ketika Anda membeli smartphone seharga Rp 5 juta menggunakan Shopee PayLater, perusahaan mungkin mengenakan biaya 5% atau Rp 250.000 kepada merchant. Shopee sebagai penjual menerima Rp 4,75 juta secara langsung, sementara Shopee PayLater mengelola risiko penagihan dan mendapat keuntungan Rp 250.000 tanpa memungut biaya dari konsumen.
Diversifikasi Pendapatan: Dari Bunga Hingga Ekspansi Retail
Pendapatan Bunga pada Tenor Panjang
Meskipun paket "bayar dalam 4 kali" tetap bebas bunga, perusahaan BNPL Indonesia semakin gencar menawarkan opsi pembiayaan jangka panjang dengan bunga. Tren ini mengikuti jejak perusahaan global seperti Affirm yang memperoleh 43-50% pendapatan dari bunga, dengan sekitar 80% bisnisnya mengenakan bunga pada paket cicilan panjang.
Biaya Keterlambatan dan Denda
Meskipun tidak semua penyedia BNPL mengenakan biaya keterlambatan (PayPal misalnya tidak mengenakan denda), perusahaan yang menerapkannya mendapat sumber pendapatan tambahan. Namun, kontribusi biaya keterlambatan terhadap total pendapatan cenderung menurun karena perusahaan lebih fokus pada hubungan dengan merchant dan strategi retensi pelanggan.
Integrasi Retail Fisik
Ekspansi ke retail fisik menjadi kunci pertumbuhan berikutnya. Data menunjukkan bahwa pengguna kartu fisik BNPL menyelesaikan tiga kali lebih banyak transaksi dibanding pengguna aktif biasa dan menghasilkan sembilan kali lebih banyak pembelanjaan di toko offline.
Kondisi Unik Pasar Indonesia: Peluang dan Tantangan
Demografi yang Mendukung
Indonesia memiliki keunggulan demografis dengan mayoritas pengguna BNPL adalah Gen Z (47,4%) dan Milenial (40,6%). Per Januari 2025, transaksi paylater di Indonesia melalui bank dan perusahaan pembiayaan mengalami lonjakan hampir 50% dibanding Desember 2024, menunjukkan adopsi yang sangat cepat.
Pengguna BNPL di Indonesia umumnya adalah keluarga multikultural di perkotaan dengan pendapatan di bawah Rp 900 juta per tahun, yang 42% lebih mungkin berada di sepertiga bawah daya beli. Motivasi utama penggunaan BNPL adalah manajemen arus kas (36%), membuatnya sangat menarik saat ketidakpastian ekonomi.
Pemain Utama di Indonesia
Akulaku dan Kredivo memimpin pasar BNPL Indonesia senilai 8,59 miliar dolar AS dengan menawarkan solusi BNPL yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Shopee PayLater, GoJek PayLater, Indodana PayLater, dan berbagai pemain lainnya turut meramaikan persaingan.
Kredivo dikenal dengan pendekatan yang lebih konservatif dalam manajemen risiko, sementara Akulaku memanfaatkan machine learning untuk panduan keputusan kredit dan deteksi penipuan, memungkinkan mereka memberikan fasilitas kredit kepada mereka yang dikecualikan dari keuangan tradisional.
Manajemen Risiko: Keunggulan BNPL atas Kartu Kredit
Salah satu keunggulan kompetitif BNPL adalah tingkat default yang remarkably rendah. Peminjam BNPL hanya gagal bayar pada 2% dari pinjaman mereka rata-rata, sementara konsumen yang sama gagal bayar pada 10% akun kartu kredit mereka.
Performa superior ini berasal dari keunggulan struktural termasuk:
- Setup pembayaran otomatis via kartu debit atau rekening bank
- Jumlah pinjaman yang lebih kecil
- Suspensi akun langsung saat terjadi keterlambatan pembayaran
Namun, beberapa penyedia mengalami peningkatan kerugian kredit seiring ekspansi basis pelanggan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah tren yang lebih luas dimana transaksi Paylater difasilitasi oleh perusahaan pembiayaan menunjukkan potensi risiko sistemik.
Tantangan Regulasi dan Masa Depan
Pengawasan OJK dan Perlindungan Konsumen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meningkatkan pengawasan terhadap manajemen risiko kredit dan privasi data di sektor fintech. Penyedia sekarang harus menerapkan langkah-langkah kepatuhan yang lebih ketat untuk menjaga stabilitas pasar dan melindungi data konsumen, terutama untuk peminjam pertama kali.
Persaingan dengan Institusi Keuangan Tradisional
Pasar BNPL Indonesia menghadapi tekanan persaingan yang meningkat saat institusi keuangan tradisional memasuki ruang ini. Bank-bank besar mulai mengembangkan produk cicilan kompetitif yang berpotensi menekan biaya merchant tinggi yang saat ini mendorong profitabilitas BNPL.
Proyeksi dan Peluang Investasi
Pasar pembayaran BNPL di Indonesia diperkirakan tumbuh 13,5% setiap tahun untuk mencapai 8,59 miliar dolar AS pada 2025, dengan proyeksi mencapai 13,59 miliar dolar AS pada 2030. Pertumbuhan ini didorong oleh:
- Lonjakan konsumen mobile-first: Mayoritas pengguna mengakses layanan BNPL melalui smartphone
- Kemitraan strategis: Kolaborasi antara penyedia fintech dan platform e-commerce
- Penetrasi retail fisik: Ekspansi dari online ke offline shopping
- Inklusi keuangan: Melayani segmen yang tidak terjangkau perbankan tradisional
Strategi Berkelanjutan: Antara Pertumbuhan dan Tanggung Jawab
Untuk mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan, perusahaan BNPL Indonesia harus:
1. Inovasi Produk
Mengembangkan fitur-fitur baru yang memberikan nilai tambah baik bagi merchant maupun konsumen, seperti program loyalitas, analytics penjualan untuk merchant, dan tools manajemen keuangan untuk konsumen.
2. Manajemen Risiko yang Ketat
Meskipun tingkat default rendah, perusahaan harus terus mengasah algoritma credit scoring dan fraud detection, terutama saat memperluas basis pelanggan ke segmen risiko lebih tinggi.
3. Kepatuhan Regulasi
Mengantisipasi regulasi yang lebih ketat dengan membangun sistem compliance yang robust dan transparansi yang lebih baik kepada konsumen tentang biaya dan risiko.
4. Edukasi Konsumen
Meningkatkan literasi keuangan pengguna untuk mencegah over-indebtedness dan membangun hubungan jangka panjang yang sehat.
Kesimpulan: Model Bisnis yang Revolusioner
Kesuksesan BNPL menunjukkan bagaimana perusahaan fintech dapat mengganggu pasar kredit tradisional dengan memikirkan ulang struktur biaya dan alokasi risiko. Dengan menciptakan value bagi konsumen, merchant, dan investor secara bersamaan, mereka telah membangun marketplace multi-sisi yang sangat menguntungkan.
Pasar BNPL Indonesia diproyeksikan mencapai 13,59 miliar dolar AS pada 2030, didorong oleh lonjakan konsumen mobile-first dan kemitraan antara penyedia fintech dengan platform e-commerce. Namun, seiring industri ini matang, kemampuan mempertahankan keseimbangan delicate ini sambil mengelola risiko terkait pertumbuhan akan menentukan pemain mana yang dapat mempertahankan kesuksesan "miliaran rupiah" mereka dari pinjaman yang tampak "gratis".
Bagi konsumen Indonesia, memahami model bisnis ini penting untuk membuat keputusan keuangan yang lebih bijak. BNPL memang menawarkan kemudahan, tetapi seperti semua produk keuangan, memerlukan penggunaan yang bertanggung jawab untuk menghindari jebatan debt trap yang dapat merugikan keuangan pribadi.
Komentar
Posting Komentar